Sabtu, 26 Desember 2015

Aku ingin begini, Aku ingin begitu


Purwokerto, 26 Desember 2015

Selamat pagi semuanya. Apa kabar hari ini? Semoga dalam keadaan baik baik yaah. Hari ini hari sabtu, tepatnya akhir pekan, akhir dalam bulan desember dan akhir tahun 2015. Entah dari mana datangnya kemauan ini, maksudnya kemauan mengetik satu-per-satu huruf yang kemudian tersusun menjadi kata kemudian berkelanjutan menjadi kalimat dan lebih banyak lagi menjadi satu paragraph. 
Pagi ini aku nggak kemana-mana. Sebenarnya memang tiap hari aku nggak kemana-mana si. Sudah sepekan ini aku libur kuliah. Jadi aktifitas yang tadinya ke kampus jadi nggak ada. Yang tadinya pulang sore jadi Cuma berdiam diri di kamar. Yang harusnya bergelut dengan presentasi, debat, sanggahan, tugas dari dosen sekarang cuma tiduran di kamar. Paling kalau lagi pengen, baca-baca buku yang aku beli di bazar bulan lalu di kampus. 
Selain itu nggak ada kegiatan yang aku lakukan. Kalau sudah mandi, makan, mencuci, beresin lemari ya sudah, kegiatanku nggak ada yang lain lagi. Berhubung tadi judulnya Aku ingin begini, Aku ingin begitu sekarang aku mau berbagi cerita aja deh. 
Kalian tahu perbedaan kebutuhan dengan keinginan? Kalau ada yang merasa tahu, tolong jelaskan padaku! Iya, jelaskan perbedaan 2 kata yang ku sebutkan tadi. Karena saat ini aku benar-benar merasa pusing untuk membedakan keduanya itu. 
Contohnya saja ya, hari ini aku belum makan, lalu ada perasaan lapar yang menghampiriku dan itu artinya aku harus membeli satu bungkus nasi rames di warungnya bu RT seharga Rp.3.000 untuk mengenyangkan perutku ini. Nah kalau kasusnya seperti itu namanya kebutuhan kan? Iya, kebutuhanku akan makanan. Selanjutnya, ketika aku sedang dirundung tugas kuliah dan itu mepet, maksudnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya harus dikumpulkan, pasti lah internet akan sangat membantu selain buku kan? Sedangkan hape kepunyaanku ini hanya sebuah Evercoss yang berfungsi untuk mengirim SMS, bahkan untuk telvon saja nggak bisa, bukan karena akunya nggak pulsa, tapi… karena hapeku memang speakernya itu rusak dan itu baru ku ketahui akhir-akhir ini. 
Setelah 3 kali kakakku miscall dan akhinrya ku angkat telvonnya, dari jauh sana kakakku sudah bilang Halloo,, halloo,, halloo?? Dan dengan pedenya aku menjawab, iyaa halloo?? Eehh ternyata kakakku nggak denger apa-apa dari yang ku ucapkan tadi. Nah, mulai sadar akunya, ternyata speaker hapeku itu rusak. Oh malangnya nasib!
Untuk telvon saja nggak bisa, ditambah lagi nggak bisa buat akses internet! Huffftzz malangnya diriku ini? Jadi, hape yang bisa buat sms, telvon, dan akses internet itu kebutuhan atau keinginan yah? Ada yang bisa menjawab? Jujur saja aku bingung mengatakannya, apakah hape bagus seperti milik teman-teman sekamar atau sekampus yang berfungsi untuk apa saja itu sebuah kebutuhanku? Atau itu hanya keinginanku saja? Keinginan yang didorong rasa iri-kah? 
Ya Allah, maafkanlah hamba kecilmu ini. Betapa tidak bersyukurnya aku ketika mengingat hal itu. Bernafas segar dan lega sampai detik ini saja sudah sebuah kenikmatan besar dari-MU. Aku jadi malu sendiri saat hatiku berontak menginginkan sebuah hape bagus seperti mereka. Aku merasa seperti kufur dengan nikmat-Nya, astaghfirullahah’adzim.. padahal sebuah hape Evercoss saja sudah patut ku syukuri. Karena tidak semua orang di luar sana berkesempatan memegang hape seperti kepunyaanku ini. Yaah, akan tetap ku syukuri segala apapun yang aku miliki saat ini. 
Mungkin saja, jika aku memiliki hape bagus seperti yang jaman sekarang kebanyakan orang miliki aku akan lalai dengan belajar. Atau mungkin aku akan malas-malasan belajar karena saking asiknya dengan hape bagus itu. Dan mungkin saja aku akan kecanduan dengan hape bagus itu. 
Ya semua itu banyak kemungkinannya. Dan yang aku yakini adalah inilah yang terbaik untukku dari-Nya. Jangan bersedih ya hatiku, karena setiap keinginan kita yang kelihatannya baik belum tentu itu baik menurut Allah. Tetaplah tersenyum dan terus berjuang untuk masa depan.

Rahma Setiyaningsih

Jumat, 11 Desember 2015

Desember oh Desember!


Purwokerto, 11 Desember 2015
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh J
Berjumpa lagi dengan saya, iya saya, si Ama Kodok yang suka bin cinta sama Kodok alias Kero Keroppi. Sekarang udah Desember lagi yah? Kok rasanya cepet banget ya. Perasaan baru aja kemaren Desember 2014, eeh tau taunya sekarang udah Desember 2015, bentar lagi tahun 2016 dong? Wah, udah makin tua dong akunya? Ups, kayaknya itu Cuma perasaan aku aja deh, hehehe, apakah kalian mempunyai perasaan yang sama seperti saya? Kalo iya, angkat tangan!!!!! Mana yang punya perasaan sama saya? #Ehh :D Maksudnya yang punya perasaan kaya aku tadi, hihiihiii ~Jangan Baper dehhh

Oke kali ini Ama mau ngapain ya? Hemmm gini aja, Ama mau berbagi cerita tentang Aku dan Desember 2015. Yaa judulnya aja udah Desember, masa aku mau cerita-in tentang bulan Agustus, tuh kan? Nggak nyambung jadinya. Jadi Desember itu sesuatu banget buat aku! Ada yang tahu kenapa? Kalo yang udah kenal aku pasti tahu dehh.. ada yang belum kenal diantara kita? Kenalan dulu yuk, hehehe :D
Desember itu banyak cerita, banyak rasa, banyak keluh kesah, banyak tawa dan bahkan banyak air mata. Sejak awal Desember aja “suatu” ujian sakit udah dateng tanpa terkira. Entah ini karena salahku atau takdir? Jadi hampir setiap hari aku pulang kuliah udah pasti sore, ditambah hujan yang tak mau reda dan angkot yang telah tiada. -__- 

Jalan kaki adalah pilihanku, iya, pilihan dan takdirku. Karena saking seringnya tuh aku hujan-hujan-an, padahal aku udah pake jas hujan, harusnya kan bisa melindungiku dari air hujan, hem, apalah daya air dan angin tetap masuk tanpa permisi lewat celah jas biru yang ku beli seharga 38Jutaaa. (Aslinya si Rp 38.000,, biar keliatan keren laah) :D alhasil, masuk angin selalu ku rasakan tiap malam, sampe kebawa pas lagi ngaji, lagi tidur, lagi makan, lagi sholat dan bahkan sampe pagi lagi. Dan karena masuk angin yang tak kunjung sembuh itu, akhirnya tubuh ini tumbang tanpa daya tepat di awal bulan Desemberku, Desember kesayanganku. Oh tidaaak ! 

Hanya mampu berdoa lirih pada-Nya Sang Maha Mengetahui. Yang mengetahui betapa sakitnya tubuh ini lebih lebih hati ini, yang terisak tangis tanpa ada yang menghibur lara. Ahh mungkin kalau aku ada di rumah sekarang, tak akan sesakit ini. Tak akan sesedih ini. Tak akan dan tak akan ada yang menggangguku saat istirahat. Derita santri jika sakit itu sesuatu banget loh! Itu cobaan dari Allah, jadi dengan beberapa puing semangatku, aku mencoba bersabar dalam kondisi seperti itu. Percaya saja, semua akan indah pada waktunya. Dan mungkin ini prosesku untuk menuju keindahan itu. Sakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Sakit yang aku kira biasa biasa aja, ternyata semakin bikin aku nggak kuat nahannya. Batuk, pileg, pusing, kembung hhhoaaahhhh, aku lelah dengan semua ini, mamaaaaa aku ingin pulaaaang! L
Satu SMS yang dikirim ke Mas Biceng pun akhirnya mampu membuatku sedikit lega. SMS yang isinya “Assalamu’alaikum wr.wb. Mas, ade sakit, pengin pulang L” dan besoknya aku langsung dijemput deh. Setidaknya aku bisa makan masakan mama. Setidaknya aku bisa istirahat penuh di rumah. Walapun obat dokter pasti menanti.

Seminggu kemudian, aku kembali ke Ma’had Darul Abror. Setelah sepekan istirahat di rumah dan aktifitasku hanya tiduran di kamar. Selama itu juga aku meninggalkan Ngaji dan Kuliah. Walau ragaku di rumah, tapi pikiranku melayang kemana-mana, inget ngaji yang udah pasti ketinggalan jauh dan kuliah yang banyak tugas. Ya Allah, aku GALAU! Aku galau karena aku tertinggal jauh oleh teman-temanku. Huhuhuhu L
Setelah keshetanku pulih, perlahan aku mulai melangkah. Satu demi satu mengejar ketertinggalanku di Pondok dan di Kampus. 

Ternyata, itu tak segampang yang aku kira. Rasanya beraaaaaaaaaaaat banget! Pengin nangis deh, huhuhuhu Eitsss, tapi aku tak secengeng itu. Kala itu aku memang hampir putus asa, ya iyalah, tugas kuliah yang teramat banyak dan belum lagi harus hafalan ini itu di pondok. Coba bayangkan betapa aku harus berlari keras untuk mengejar itu semua??? Sedangkan tubuh ini baru saja pulih. Ah, semua terasa amat -__- ???

Saat aku benar-benar jenuh dan galau, aku bingung mau cari pencerahan kemana? Dan untungnya ada Allahku, Sang Maha Pengasih dan Penyayang. Akhirnya ku gelar sajadah dan bermunajat kepada-Nya. Mengadu semua yang ada dihatiku, bersimpuh dengan uraian air mata. Ku bersyukur… atas scenario-Nya di bulan Desember ini. Banyak hikmah yang terselip dalam deretan luka sebenarnya. Aku lega. Nafas ini terasa lebih segar dan mampu membuatku tersenyum lagi. Senyum untuk-Nya karena Desemberku teramat berharga. Sekarang aku tinggal menunggu hari itu… Hari lahirku J
~Rahma Setiyaningsih~