Sabtu, 06 September 2014

Kepergianmu

Pagi masih buta. Ketika alarm di hp Nokia 2001 berbunyi tepat pada pukul 03.00 aku tersadar dari indahnya dunia mimpi. Sebenarnya mataku masih enggan untuk melihat terangnya sinar lampu Philips yang sudah bertahun –tahun lamanya menerangi ruang kecil berukuran 2x5 meter ini. Tanganku bergegas mematikan alarm, masih dengan keadaan mengantuk ini, kakiku melangkah jauh meninggalkan kasur kesayanganku dan menuju ke kamar mandi. Di situlah aku baru sadar, bahwa udara pagi ini sangat dingin. Dengan segala pertimbangan, akhirnya aku memutuskan untuk mengambil air wudhu. Subhanalloh….. segarnya air wudhu ini, mataku terbelalak tak mengantuk lagi. Ku dongakkan kepala seraya berdo’a, dan betapa indahnya gemerlap bintang di atas sana. Sungguh indah sekali ciptaanMU ini Ya Allah… Setelah beberapa menit aku memperhatikan indahnya bintang di langit, ku langkahkan kaki ini menuju ruang kecil yang tak jauh dari tempat aku berwudhu, yaitu tempat untuk sholat. Ku lihat ibu dan ayah sudah berada di sana, mereka memang bangun lebih awal dariku. Tergelar sajadah berwarna biru dengan gambar ka’bah sebagai hiasannya, di tempat inilah aku bersujud kepada Sang kholik. Di sepertiga pagi inilah aku berkeluh kesah kepadaNYA, berserah diri atas segala sesuatu yang terjadi padaku. Memohon agar keluargaku selalu dalam lindunganNYA. Lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dari surat Yaasiin dan Al Waqi’ah selalu ku dengar dengan merdunya dari suara ibu. Sementara itu aku belajar dan mempersiapkan peralatan sekolah untuk hari ini. Ya! Sekarang aku sudah duduk di bangku SMA tepatnya di kelas 2 IPA. Aku sangat bersyukur, karena sampai saat ini aku masih bisa mengenyam pendidikan. Ini semua berkat kerja keras kedua orang tuaku, ayah yang setiap harinya bekerja mengurus sawah bersusah payah mencari nafkah. Sedikit demi sedikit ayah menabung uang dari hasil panennya. Sedang ibuku, dia melaksanakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, setiap hari memasak masakan untuk kami. Masakannya sangat enak, maka tak jarang aku membawa bekal ke sekolah. Terakhir ku ingat, ibu memasakkan nasi kuning kesukaanku pada hari ulang tahunku 5 bulan yang lalu. Sungguh bahagia memiliki kedua orang tua seperti mereka, yang menyayangi dan mengasihiku dengan tulus. “Rani…. tolong ke sini sebentar nak..” Suara lembut ibu terdengar jelas di telingaku. Ya, Rani adalah nama panggilanku, dan nama panjangku adalah Raniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii...hehe, Rani Al Khasanah tepatnya, itulah nama pemberian dari orang tuaku. Dengan segera aku menjawab dan menghampiri ibu di dapur, ku lihat dia sedang bersibuk ria bersama pisau dan kawan-kawannya. “Ada yang bisa Rani bantu bu?” tanyaku sambil duduk di sampingnya. “Iya.. tolong nyalakan tungku ya nak, ibu belum selesai memotong sayurnya” jawab ibuku sambil memotong sayuran. “Oh..baiklah bu, Siap melaksanakan tugas bos!! Hehe..” ujarku sambil bergaya hormat pada ibu. Dia hanya mengembangkan senyum manisnya yang dihiasi lesung di pipi kanannya. Aku senang sekali melihat senyum dan lesung pipinya, karena hal itu tak pernah ku temui di manapun, kalaupun ada pasti tak seindah senyum ibuku. Ibuku masih setia menggunakan tungku untuk memasak, namun rasanya tak kalah lezat dengan masakan di restoran atau warung makan,hehe Selesai sarapan, aku bergegas untuk berangkat sekolah. Mencium tangan ayah dan ibu tak pernah terlewat satu kalipun setiap kali aku berangkat sekolah. Seragam putih abu-abu panjang yang ku pakai menutupi auratku, ditambah kerudung putih lebar yang menutup mahkotaku. Hari ini aku berangkat lebih awal, karena pengalaman dari hari kemarin aku dihukum gara-gara terlambat. Sedih memang, tapi tak apalah…. Ini tak akan ku ulangi lagi. Jarak antara rumah dan sekolahku memang jauh, jadi setiap harinya aku harus setia menunggu angkot biru tua yang akan mengantarkanku ke sekolah. Berdesak-desakkan dengan penumpang lain sudah tak masalah lagi bagiku, yang penting aku sampai sekolah. Alhamdulillah……… pintu gerbang masih terbuka lebar, tandanya aku belum terlambat. Aku berjalan menyusuri koridor sekolah menuju kelas 2 IPA yang berada di pojok sana. Ku lihat ada sosok makhluk di depan pintu, mengenakan seragam yang berbeda dan penampilannya aneh. Siapa dia?murid baru?pikirku dalam hati. “Dor….!!!” Aku kaget setengah mati, mendengar teriakan Riyan yang tepat di telingaku. “Riyan, bukannya salam malah ngagetin,gimana si..kaget tau..bikin aku jantungan aja.” gerutuku padanya,lumayan kesal. “Hehe..maaf, Oiaa Assalamu’alaikum Raniiiiii.” Jawab Riyan sambil menampilkan senyumnya padaku. “Wa’alaikumussalam, nah gitu…kan jadi enak dengernya.” ” Iya ya..sekali lagi maaf ya Ran, sengaja, hehe,,” “Huuh..dasar,,iya aku maafin, tapi jangan diulangi lagi ya” Riyan hanya tersenyum begitu saja, tanpa menghiraukan apa yang ku katakan. Ya ,dia memang begitu, tapi dia adalah teman yang sangat baik. Riyan selalu membantuku dalam urusan Matematika, maklumlah…aku tak sepandai dia, diakan juara 1 Olimpiade Matematika tahun lalu, sedang aku pusing dengan angka-angkanya,,hehe. Riyan ini temanku sejak SD sampai sekarang SMA. Persahabatan kami cukup erat, butuh waktu yang lama untuk memupuk itu semua. Keluarganya pun sangat baik padaku, jadi sudah ku anggap saudara sendiri. Cukup tentang Riyan yang jagonya Matematika itu. Kembali pada sosok makhluk aneh di depan pintu tadi. “Ran, siapa dia? Aku baru pernah lihat kali ini.” Tanya Riyan padaku, “Aku sendiri juga nggak tau, baru kali ini juga aku lihat dia Yan, mungkin………………………………………………. “ belum selesai aku menjawab tiba-tiba Riyan teriak lagi tepat di telingaku “Murid baru!!!” Huuuh! Menyebalkan,, “Riyaaaaaaaaan…! Berapa kali aku harus bilang, jangan TERIAK TERIAK!!! Don’t forgett it, okay?’ Kataku sambil meninggalkannya dan menuju makhluk yang berada di depan pintu kelasku. “Assalamu’alaikum, apa kamu murid baru di sini?” kataku padanya ramah, “Iya, gue murid baru di sini, kenapa emang?” cetus dia tanpa menjawab salamku . “Astaghfirullohal’adzim,, kenapa salamnya nggak dijawab, ehm nggak ada apa-apa ko.” “Emangnya jawab salam tuh wajib ya,hah?” cetus dia lagi padaku, aku heran dengannya, sampai segitunya nggak tau, kalau jawab salam itu wajib . “Eh mas, jawab salam itu wajib, jadi setiap ada orang yang salam kamu wajib menjawabnya.” Ujar Riyan sedikit kesal. “gue nggak nanya sama lo,,,!! gue nanya sama cewek sok alim ini” jawab dia jutek. “Astaghfirulloh…jaga ucapanmu, maaf bukannya aku sok alim atau apa, aku hanya ingin membenarkan, menjawab salam itu wajib, permisi” kataku sambil meninggalkannya sementara Riyan mengikuti langkahku. “Ran, kamu nggak papa? Jangan dimasukan ke hati ya, mungkin dia belum bisa beradaptasi aja.” Kata Riyan menenangkanku. “Iya,, aku baik-baik aja Yan, nggak papa kok.” Tak lama kemudian pelajaran pertama dimulai. Kali ini jam pertama di isi oleh Pak Hasan, guru IPA yang kebetulan wali kelas kami juga. Sementara makhluk aneh tadi masih berdiri di depan pintu. “Assalamu’alaikum wr,wb…” jawab kami serempak “Wa’alaikumsalam wr.wb…. “Selamat pagi anak-anak, berjumpa lagi dengan saya guru yang paling ganteng ini……” sontak kami pun menyuraki pak Hasan, HUUUUUU……. “sudah-sudah,,,, yaa anak-anak sebelum kita masuk ke materi, mari kita sambut murid baru dari JKT……..” Entah berapa banyak pasang mata yang tertuju pada si makhluk aneh tadi terkecuali aku dan Riyan. Dia berjalan dengan berlagak, seenaknya saja benar-benar tidak tau aturan. “Ya, anak-anak ini Angga pindahan dari JKT, silahkan perkenalkan diri kamu nak” jelas pak Hasan singkat. “Nama gue Angga Herkuless, gue dari SMA JKT, gue pindah ke sini karena ikut orangtua, gue harap kalian bisa nerima gue di kelas ini…..makasih……” singkat,padat,jelas. Mungkin perkenalan tadi terlalu singkat, hingga menyebabkan banyak pertanyaan di kepalaku, memangnya orang tua dia kenapa???kenapa dia harus pindah ke sini??? Tapi,,,, Ah! Biarlah, bukan urusanku. Mataku kini kembali tertuju ke depan, Loh? Makhluk aneh tadi di mana? Tiba-tiba hilang begitu saja……. “DOR!! Suara Riyan kembali mengagetkanku. Aku hanya diam dan menghela nafas. “Kamu kenapa Ran? Aneh gitu? Ada masalah? Cerita donk…” Tak sempat aku menjawabnya, pak gurupun memulai pelajaran IPA “Sekarang kalian buka Modulnya halaman 23, saya akan jelaskan mengenai…………………………………” Mata dan telinga ini focus memperhatikan penjelasan pak Hasan, rasanya tak ingin terlewatkan sedikitpun. Sekian lamanya pak Hasan menjelaskan, akhirnya di beri tugas juga. Kali ini tugas kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 8 anak yang mana aku mendapat kelompok terakhir dan jumlahnya hanya 3 anak. “Kelompok terakhir terdiri dari Rani, Riyan, dan Angga.” Ya ! suara pak Hasan terdengar jelas, dan tak mungkin aku salah dengar. Tapi nama tadi…..Angga??? makhluk aneh itu??? Oh tidak! Kenpa harus 1 kelompok dengan dia. Dan pada akhirnya, dengan sangat terpaksa aku harus bekerja kelompok dengan makhluk aneh itu. Sepanjang waktu mengerjakan aku dan Riyan sibuk mendiskusikan tugas dari pak Hasan, sementara makhluk aneh itu hanya duduk manis dan mengutak atik Hape-nya. Fuiihh..menyebalkan! dia sama sekali tidak merasa bersalah. Masih saja dia disibukkan dengan Hp-nya. Benar-benar keterlaluan. “Angga” panggilku, “Kenapa hah?” jawabnya ketus, “Dari tadi aku perhatiin kamu mainan hp terus, kita kan harus ngerjain tugas ini, nanti kalo nggak selesai bisa kena hukuman loh!” kataku sedikit mengancam. “Kita? Lo aja kali, gue enggak!” kata si mkhluk aneh itu dengan nada tinggi. Hah. Dia nggak peduli dengan ancamanku? Sungguh menyebalkan! “Tapi…” “Udah Ran, biarin... kita berdua aja yang ngerjain, makin cepat kita kerjakan, makin bagus, ya kan?” kata Riyan menenangkanku. “Iya ya. Ya udah kita mulai dari yang ini lagi ya.” Riyan hanya tersenyum, lalu kami berduapun menyelesaikan tugas dari pak Hasan. *** Singkat cerita, setelah beberapa bulan si makhluk aneh itu berada di sekolah ini, tiba-tiba dia jarang terlihat masuk sekolah. Sebenarnya aku tak perduli dengannya, tapi teman-teman yang selalu menanyakan keberadaannya padaku, termasuk Fahri si ketua kelas. Karena kebetulan rumah dia dekat dengan rumahku. “Ran, kamu kan rumahnya deket sama Angga, kamu tau nggak kenapa dia jarang berangkat? Udah 1 minggu ini dia alpha, sebenernya kenapa sih?” Tanya Fahri ketua kelasku, “Ma’af, aku kurang tau, ya walaupun rumahnya deket tapi kan aku jarang ke sana, keluarganya sangat tertutup Fah.” Jelasku pelan, “oh ya sudahlah Ran, “ Aku mengangguk terdiam, memikirkan si makhluk aneh itu. Apa sebaiknya aku cari informasi ya? Ah..entahlah. Siang itu, saat aku sedang pulang sendirian tiba-tiba seorang wanita agak tua menghampiriku dengan tergesa-gesa. “permisi nak.. ibu boleh nanya?” “Ya bu, silahkan, mungkin saya bisa bantu” Jawabku dengan nada rendah, “Kamu temannya Angga kan?” Tanya ibu itu dengan membendung air di matanya, “Iya bu, memangnya adapa?” Tanyaku penasaran, “Tolong ibu nak, Angga sekarang sedang di rawat di rumah sakit, 1 minggu yang lalu dia pingsan di kamarnya, ibu nggak tau apa yang terjadi sebenarnya, setelah diperiksa ternyata dia terkena penyakit Kanker, dan sekarang kondisinya sangat parah, dan waktu itu ibu temukan secarik kertas ini, dia menyebut namamu di sini.” Jelas ibu sambil menujukkan kertasnya padaku. Kemudian dengan tergesa-gesa akupun membacanya dalam hati. “Gue tau hidup gue nggak bakal lama lagi, Karena penyakit yang mulai gerogotin abis tubuh gue, Gue benci dengan hidup gue, kenapa gue nggak pernah dapetin kebahagiaan, bokap nyokap gue nggak peduli ama kondisi gue sekalipun, Kenapa gue harus lahir? Kalo kaya gini jadinya, Di sisa umur gue ini, gue kenal sama seorang cewek berjilbab, namanya Rani Al khasanah, yang keliatannya sok alim. Tapi ternyata, dia emang cewek alim, awalnya gue nggak suka sama dia, Lama kelamaan perasaan gue berubah, nggak tau kenapa dan nggak tau dari mana awalnya? Setiap kali gue liat dia, ada benih-benih cinta yang tumbuh di hati gue, Walaupun gue bejad, tapi gue tau dia cewek yang special karena beda dari yang lain. maka dari itu gue nggak pernah deketin dia walaupun sebenarnya gue pengin ungkapin rasa cinta gue sama dia, gue pura-pura cuek,judes,dan nggak peduli sama dia. Karena gue nggak mau kasih harapan sama dia, gue nggak mau dia tau tentang perasaan gue selama ini, kalo dia pun tau, itu percuma! Karena hidup gue nggak bakal lama lagi, gue nggak mau dia sedih, gue Cuma pengin dia selalu tersenyum, biarpun gue nggak bakal bisa liat dia tersenyum lagi. Kenapa disaat gue udah mulai dapetin kebahagaian, tapi kebahagiaan itu akan pupus dalam waktu yang singkat, kenapa???? Gue benci dengan kondisi gue, Gue pengin BERUBAH, Gue udah nggak sanggup nahan sakit ini, sakit banget, Mungkin ini akhir dari hidup gue,” Tanpa ku sadari air mata ini jatuh tanpa terasa, setelah membaca surat itu aku tersadar betapa dia mencintaiku. Dan tak pernah ku sangka, Angga si makhluk aneh yang kelihatannya tak apa-apa, ternyata dia menahan sakit. Ya Tuhan, sedih sekali hati ini. “Nak, ibu mohon kamu mau menjenguk Angga di rumah sakit, mungkin dengan kehadiranmu di sana Angga bisa bangun dan tersadar lagi.” Pinta ibu dengan air mata yang membasahi pipinya, “Iya bu, insyaAlloh Rani akan menjenguk Angga,” “Terimakasih nak, bagaimana kalo kamu ikut ibu ke sana sekarang?” “baiklah bu” Jawabku dengan nada rendah, Aku bersama ibu Angga segera menuju ke rumah sakit menaiki angkot. Sesampainya, kaki ini melangkah mengikuti ibu Angga begitu saja, dalam hati ini aku hanya bisa mendo’akan untuk kesembuhannya. Di ruangan yang cukup luas ku lihat Angga terbaring di kasur empuk berselimut putih dan tangannya penuh jarum infuse. Aku tak sanggup melihatnya dalam keadaan seperti ini. Sungguh sedih hatiku, walaupun selama ini dia menyebalkan bagiku. Aku duduk di sampingnya dan mengatakan sesuatu tepat di telinganya. “Assalamu’alaikum Angga, aku datang ke sini bersama ibumu, kita sangat berharap kamu bisa sembuh dan sehat lagi, maafin aku ya, selama ini aku udah berprasangka buruk tentang kamu, semoga kamu cepat sembuh Angga.” Setelah beberapa menit Angga masih diam tanpa suara, aku sangat khawatir dengan kondisinya yang semakin parah. Aku bahkan takut kehilangan dia. Tiba-tiba di tengah-tengah kekhawatiranku dia sesak nafas dan dengan segera akupun memanggil dokter agar memeriksanya. Aku bersama ibunya di luar ruangan hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuknya. Lalu aku memutuskan untuk pergi ke mushola, mungkin di sana aku bisa lebih tenang. Dengan segera aku mengambil air wudhu dan sholat ashar, karena kebetulan waktu ashar sudah tiba. Di dalam sujudku kepadaNya sang pengatur detak jantung aku memohon untuk kesembuhan Angga. Tiba-tiba setelah aku selesai sholat aku mendengar seseorang memanggil namaku, suara itu sangat pelan namun aku kenal dengan suara itu. Aku menengok ke belakang dan ternyata.. “Angga..kamu di sini?Kamu udah sembuh?” Tanyaku padanya yang mengenakan baju putih namun dia tampak sangat jauh untuk ku jangkau. “Nggak Ran, gue nggak bakal sembuh, gue ke sini Cuma mau minta maaf sama lo. Selama ini udah banyak kesalahan yang gue buat, maafin gue Ran, gue sayang sama lo Ran gue minta, tersenyumlah selalu buat gue. Selamat tinggal Rani, gue mau pergi” Suaranya semakin tak jelas, diapun menghilang seketika. Aku tak percaya dengan semua ini. Akupun bergegas menuju ruangan di mana Angga di rawat, aku sangat khawatir dengan keadaannya. Kata-katanya tadi benar-benar membuatku takut kehilangannya. Dengan langkah sedikit berlari aku berdo’a yang terbaik untuknya. Sesampainya aku mendengar pembicaraan ibu Angga dengan dokter, tampaknya sangat serius.. “Bagaimana keadaan anak saya dok?” Kata ibu Angga penuh harap, “Maaf bu, kami sudah berusaha dengan sekuat tenaga, namun Allah tidak menghendaki, anak ibu tidak bisa kami selamatkan.” Jelas dokter dengan pelan, “Apa..? anak saya tidak bisa diselamatkan dok?” Tanya ibu memastikan, “Iya bu, ibu yang sabar ya.. Semoga anak ibu tenang di sana” Ya, aku tak salah dengar “anak ibu tidak bisa saya selamatkan”, kata itu benar-benar ku dengar jelas di telingaku. Itu artinya, Angga meninggal dunia, Innalillahiwainailaihi roji’un… air mata ini tak bisa ku bending lagi, hatiku sakit mendengar kabar tadi. Suara tangis ibu Angga sangat memprihatinkan untukku. Aku segera memeluk erat ibu Angga, bahkan dia tau bagaimana perasaanku kehilangannya. Di ruang itu aku bersama ibu Angga mendo’akan kepergiannya. Semoga dia tenang di sana. Pertemuan antara aku dengan arwah Angga di mushola tadi, adalah pertemuan terakhirku dengannya. Sungguh begitu cepat rasanaya. Kita hidup di dunia tak ada yang tau sampai kapan kita bertahan, bahkan dalam usia muda pun kita bisa meninggal dunia. Hidup di dunia hanyalah sementara. Berbuat baiklah sebelum terlambat.