Minggu, 14 Februari 2016

Surat Yang Tak Pernah Sampai, Mama.


Purwokerto, 13 Februari 2016
Assalamu’alaikum mama yang jauh di kampung sana. Bagaimana kabarmu mah? Semoga engkau sehat. Anak gadismu kini dalam hati yang gundah mah. Entahlah. Hari ini aku belum makan siang,sore. Uangku tinggal sepuluh ribu saja mah. Ku kira, saldo tabunganku masih cukup. Tapi ternyata, aku sudah tidak bisa mengambil uang di tabunganku mah. Pupus sudah harapanku untuk bisa makan siang dan sore hari ini. Kau tau betapa aku harus tetap tegar dalam kondisi seperti ini mah? Aku harus yakin, entah nanti, esok. Atau lusa aku pasti bisa mendapatkan uang saku lagi darimu. Dan nyatanya mas Sukron pun mengirim sms padaku, bahwa sebenarnya engkau telah memberiku uang sejumlah 300ribu. Tapi karena bank sudah tutup, jadi dia tidak jadi mengirim uangnya padaku. Aku bingung. Harus bahagia atau bersedih. Aku bersyukur karena engkau sudah memberiku uang saku. Tapi aku juga sedih, karena sampai detik ini aku belum memegang uang sepeserpun. Andai engkau tau keadaan ku sekarang mah? Ah, semua ini terasa begitu entah. Aku pun begitu merindukanmu mah. Sudah setengah bulan aku di penjara suci ini. Aku bahkan tak pernah mendengar suaramu walau hanya dalam telepon. Kita tak pernah komunikasi lewat handphone mah. Tapi walaupun begitu, anak gadismu ini tak pernah lupa untuk mendoakanmu mah. Untuk bapak dan mama tercinta. Mah, aku sering menepis rindu yang begitu dalam ini dengan melihat fotomu atau dengan menonton videomu. Video yang sudah entah berapa tahun lamanya. Yang aku ingat itu adalah video saat aku masih kelas 2 smp mah. Dan kau terlihat sama. Hanya saja kau tak berjilbab kala itu. dan ada satu hal yang membuatku teriris rasanya. Berhenti berdetak jantungku rasanya mah. Ketika ku melihat peralatan kerjamu di video itu. kertas putih, gunting, dan bulu mata palsu. Ya, aku ingat. Sejak dulu engkau memang bekerja sebagai karyawan PT bulu mata palsu. Bahkan saat itu aku masih kelas 1 SMP. Aku ingat betul mah, ketika pertama kali aku belajar memotong bulu mata paslu itu. seharian penuh aku hanya bisa memotong satu pasang bulu mata mah. Aku ingat betul betapa sabarnya engkau mengajariku. Walau saat itu engkau sempat tak mengizinkanku. Setelah itu aku semakin semangat belajar dan akhirnya aku bisa lebih cepat. Dan ketika liburan tiba, aku turut berangkat ke PT membantumu bekerja mah. Aku benar benar mengingat itu semua mah. Dan baru kali ini aku menyadari. Bahwa pekerjaan itulah yang selama ini menghidupiku, membiayaiku, memenuhi kebutuhanku, dan semuanya untukku. Engkau mati matian bekerja seperti itu hanya untuk anak gadismu yang belum bisa membahagiakanmu ini mah? Sungguh sangat mulia. Engkau begitu ku kagumi mah. Sekarang aku sudah duduk di bangku kuliah. Itu berarti sudah berapa tahun lamanya engkau masih menekuni pekerjaan itu. pekerjaan yang memaksa matamu untuk terus berkutat dengan bulu mata palsu. Hingga kini mata indahmu sudah tak sehat lagi mah. Sungguh sedih hati ini mengerti kondisimu yang kian memburuk mah. Sejak aku SMP, sampai aku kuliah engkau masih setia dengan pekerjaan yang gajinya tak seberapa itu. ya, engkau lakukan itu semua demi anakmu ini. Terimakasih mama. Aku berjanji, aku akan menjadi anak yang sholehah untukmu. Aku ingin menjadi alasan engkau masuk surgaNYA mah. Aku sayang padamu mama. Salam rindu dari anak gadismu.


Rahma Setiyaningsih