Assalamu’alaikum mama yang jauh di kampung sana. Bagaimana kabarmu
mah? Semoga engkau sehat. Anak gadismu kini dalam hati yang gundah mah.
Entahlah. Hari ini aku belum makan siang,sore. Uangku tinggal sepuluh ribu saja
mah. Ku kira, saldo tabunganku masih cukup. Tapi ternyata, aku sudah tidak bisa
mengambil uang di tabunganku mah. Pupus sudah harapanku untuk bisa makan siang
dan sore hari ini. Kau tau betapa aku harus tetap tegar dalam kondisi seperti
ini mah? Aku harus yakin, entah nanti, esok. Atau lusa aku pasti bisa
mendapatkan uang saku lagi darimu. Dan nyatanya mas Sukron pun mengirim sms
padaku, bahwa sebenarnya engkau telah memberiku uang sejumlah 300ribu. Tapi
karena bank sudah tutup, jadi dia tidak jadi mengirim uangnya padaku. Aku
bingung. Harus bahagia atau bersedih. Aku bersyukur karena engkau sudah
memberiku uang saku. Tapi aku juga sedih, karena sampai detik ini aku belum
memegang uang sepeserpun. Andai engkau tau keadaan ku sekarang mah? Ah, semua
ini terasa begitu entah. Aku pun begitu merindukanmu mah. Sudah setengah bulan
aku di penjara suci ini. Aku bahkan tak pernah mendengar suaramu walau hanya
dalam telepon. Kita tak pernah komunikasi lewat handphone mah. Tapi walaupun
begitu, anak gadismu ini tak pernah lupa untuk mendoakanmu mah. Untuk bapak dan
mama tercinta. Mah, aku sering menepis rindu yang begitu dalam ini dengan
melihat fotomu atau dengan menonton videomu. Video yang sudah entah berapa
tahun lamanya. Yang aku ingat itu adalah video saat aku masih kelas 2 smp mah.
Dan kau terlihat sama. Hanya saja kau tak berjilbab kala itu. dan ada satu hal
yang membuatku teriris rasanya. Berhenti berdetak jantungku rasanya mah. Ketika
ku melihat peralatan kerjamu di video itu. kertas putih, gunting, dan bulu mata
palsu. Ya, aku ingat. Sejak dulu engkau memang bekerja sebagai karyawan PT bulu
mata palsu. Bahkan saat itu aku masih kelas 1 SMP. Aku ingat betul mah, ketika
pertama kali aku belajar memotong bulu mata paslu itu. seharian penuh aku hanya
bisa memotong satu pasang bulu mata mah. Aku ingat betul betapa sabarnya engkau
mengajariku. Walau saat itu engkau sempat tak mengizinkanku. Setelah itu aku
semakin semangat belajar dan akhirnya aku bisa lebih cepat. Dan ketika liburan
tiba, aku turut berangkat ke PT membantumu bekerja mah. Aku benar benar
mengingat itu semua mah. Dan baru kali ini aku menyadari. Bahwa pekerjaan
itulah yang selama ini menghidupiku, membiayaiku, memenuhi kebutuhanku, dan
semuanya untukku. Engkau mati matian bekerja seperti itu hanya untuk anak
gadismu yang belum bisa membahagiakanmu ini mah? Sungguh sangat mulia. Engkau
begitu ku kagumi mah. Sekarang aku sudah duduk di bangku kuliah. Itu berarti
sudah berapa tahun lamanya engkau masih menekuni pekerjaan itu. pekerjaan yang
memaksa matamu untuk terus berkutat dengan bulu mata palsu. Hingga kini mata
indahmu sudah tak sehat lagi mah. Sungguh sedih hati ini mengerti kondisimu
yang kian memburuk mah. Sejak aku SMP, sampai aku kuliah engkau masih setia
dengan pekerjaan yang gajinya tak seberapa itu. ya, engkau lakukan itu semua
demi anakmu ini. Terimakasih mama. Aku berjanji, aku akan menjadi anak yang
sholehah untukmu. Aku ingin menjadi alasan engkau masuk surgaNYA mah. Aku
sayang padamu mama. Salam rindu dari anak gadismu.
Rahma
Setiyaningsih