Selasa, 05 April 2016

Sepeda oh Sepeda



Purwokerto, 05 April 2016
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Selamat pagi Purwokerto. Ah, Sepagi ini kau sudah buatku berkeringat. Kau terlalu unik ternyata.

Saat ku hirup udara segar kota Satria ini seiring dengan ucapan syukur kepada-Nya. Betapa besar nikmat yang telah ku dapatkan pagi hari ini. Langit biru yang cerah, kicau burung yang menambah asik, gemricik air sungai yang mengalir di pinggiran jalan. Aku menempuh perjalanan ke kampus dengan bersepeda kali ini. Sepeda itu bukan milikku. Dia milik sahabatku di pondok pesantren. 
Kau tahu? Ini kali pertamanya aku pergi ke kampus dengan sepeda loh! Hey, lihat! Betapa aku harus menjadi pengendara yang tertib lalu lintas. Sebenarnya aku kuliah jam setengah sebelas nanti. Tapi aku sengaja berangkat lebih awal. Jam 7. Ya, aku sengaja, karena aku ingin menikmati suasana pagi di kota satria. Yang mana jalan raya ramai oleh berbagai macam kendaraan. Dari yang beroda 2,3,4,6 dan masih banyak roda lagi yang tak ku hitung. Hehehe. 

Kau tahu, jantungku berdegup semakin kencang! Aku merasa keringat mulai bercucuran membasahi tubuhku. Tapi angin menyapaku semangat. Ku biarkan sepeda ini berjalan dengan sendirinya tanpa aku mengayuh sedikitpun karena memang jalan menuju kampus itu agak menurun. Oke, aku sampai di perempatan Karangjambu, dan nasib malang aku langsung ketemu sama si lampu merah. Ku hentikan laju sepeda dengan rem. Menunggu detik demi detik sampai warna merah itu berubah menjadi hijau, ya, hijauku yang aku cinta hehehe. 

Dan yapz, akhirnya hijauku datang menggantikan si merah yang sudah membuatku agak malu, karena si pak polisi di jalan sedari tadi memperhatikanku dengan aneh. Hey, apanya yang aneh? Apa karena kerudungku yang besar? Apa karena bajuku yang lebar? Atau, ada sesuatu di wajahku? Haaaahh.. sudahlah, lupakan! Aku sebentar lagi sampai di kampus. Tapi, kenapa tiba-tiba otakku berpikir konyol. Bagaimana kalau aku ke masjid 17 Purwokerto yang berada di seberang rumah sakit Margono dulu ya? 

Aha! Dan akhirnya pikiran konyol yang baru datang itu aku restui. Ku berlalu dari kampus hijau tercinta menuju masjid yang ku kagumi kemewahannya. Ya, aku kagum, dan aku sangat menyukai masjid itu. Namun sayang, dia terletak satu wilayah dengan SMA 1 Muhammadiyah Purwokerto, tapi, bukan masalah besar sebenarnya. Dan yang terpenting tujuanku adalah untuk curhat kepada-Nya. Aku ingin mengucapkan sesuatu pada-Nya. Sebentar lagi aku sampai, tinggal belok ke kiri dan berhenti di depan masjid. 

Hey, kali ini aku tak takut pada si lampu merah, aku dengan pede tetap melaju tanpa menghiraukannya. Aku tak perlu menunggu hijauku datang menjemput perjalananku. Dan kubah putih besar itu sudah terlihat jelas di depan mata, aku berbelok dan ada tanjakan untuk masuk ke halaman masjid. Ku kayuh sepeda dengan kuat. Aku yakin, aku pasti bisa! Eeeh, tak taunya, ada sesuatu yang ganjil. CLETUK! Ada bunyi entah dari mana. Aku tersentak kaget. 

Betapa mukaku berubah sudah seperti apa saat ini. Rantai sepedanya putus…. Ya Allah.. bagaimana ini? Aku panik, aku sedih, aku kecewa, aku marah, tapi, aku bisa apa? Yaaah. Aku hanya bisa curhat kepada-Nya. Ku parkirkan sepeda berwarna ungu itu di halaman masjid. Lalu ku gendong tas kesayangan yang di dalamnya ada si kero-kero alias notebook kecilku ini, ada mukena yang selalu betah disana, dan pastinya ada benda jadul yang berharga bagiku=hape nokia. 

Ku tinggalkan sepeda ungu dengan berat hati. Ku lepas sepatu dan perlahan meniti anak tangga. Sesampainya, ku lihat ada beberapa ibu-ibu yang sedang shalat, ada juga siswi SMA, yang ku tahu hari ini SMA/SMK sedang berjuang melaksanakan Ujian Nasional 2016. Ah, aku jadi teringat adik-adik manis di SMK Ma’arif Nu Bobotsari, selamat berjuang ya dik, semoga kalian berhasil! 

Dan aku sempatkan untuk sms ke si kang kosma di kelasku, eeh siapa tahu dia bisa bantu.
“Assalamu’alaikum. Kang, tahu bengkel yg terdekat dr masjid 17 Pwt gak? Soalnya sepedaku lg rusak nih. Thk.” (padahal sepedanya temen, nagkunya punyaku, hehehe)

Oke, aku melanjutkan untuk segera bermunajat kepada-Nya. Dan kuadukan semua yang ada dihatiku. Terutama mengenai rantai sepeda yang putus tadi. Huhuhuhu… ya Allah, berikanlah aku pertolongan dan kemudahan untuk memperbaiki sepeda itu, karena sepeda itu adalah milik sahabatku, aku akan merasa sangat bersalah kalau sepeda itu rusak. Dan setelah semua ritual curhatku selesai, aku segera menghampiri hape kecilku, wah ada satu pesan belum terbaca. Ah, semoga itu dari kang kosma. 

Yupz, ternyata benar! Yeee, akhirnyaaaaa. Katanya ada bengkel di sekitar masjid, 50 meter dari masjid. Hmmm, ya sudah, aku akan kesana. Ku sempatkan untuk menengok cermin di masjid, ku benarkan posisi kerudung yang agak menceng karena tertiup angin sewaktu di jalan tadi. Ku langkahkan kaki ini dengan semangat, sebelumnya ku teguk air putih yang ku bawa dari pondok, Alhamdulillah mampu menghilangkan dahaga rasanya. Berjalan melewati anak tangga dengan hati-hati, takut terpeleset malah malah aku bisa jatuh. 

Segera ku pakai sepatu dan menuntun sepeda ungu. Awalnya aku ragu, tapi setelah ku pikir-pikir lebih baik aku menuntun sepeda mencari bengkel. Nah, kebetulan ada bapak tukang becak disana, ku tanyakan perihal keberadaan bengkel yang diinformasikan oleh kang Arief tadi.
“Assalamu’alaikum pak,”
“Wa’alaikumussalam dek”
“Pak badhe tangled, bengkel teng pundi nggih?”
“Oooh, mriko dek, caket jembatan”
“Ooh njih pak, maturnuwun..” tak ketinggalan ku persembahkan senyum, tanda terimakasihku padanya.

Aku berbalik arah, dan harus menyebrang. Oh tidak, kau tahu? Aku takut nyebraaaaang.. mama tolong aku???? Satu per satu truk melewatiku, kemudian mobil, disusul juga motor. Dan saatnya aku nyebrang. Wushhh!! Alhamdulillah aku selamat. Dan ku lanjutkan perjalanan menuju bengkel yang terletak di dekat jembatan. 

Nah, itu dia. Planknya sudah kelihatan. Tapi kok sepi? Ku lirik jam tangan merah yang bertengger manis di tangan, upz, baru jam setengah 8 ternyata. Pantesan bengkel masih sepi. Haduh, gimana ini? eh, ada tukang becak lagi, hey, pagi ini aku sudah 2x ketemu sama tukang becak. Yasudahlah, aku tanyakan saja pada bapak itu. dan ternyata… si empunya bengkel lagi di dalem. 

Nah,, beruntunglah. Aku serahkan sepeda rusak itu kepada bapak empunya bengkel. Dan sesuai perjanjian sepeda akan diambil nanti siang. Oke, aku harus segera ke kampus, berhubung aku sudah janji pada dia, dia temanku maksudnya. Mau tak mau, aku jalan kaki dari bengkel sampai kampus. Dan jaraknya itu… JAUH. Ya sebenarnya kalau mau naik angkot bisa saja. Tapi, lebih hemat jalan kaki. Sekalian olahraga kan? Hehehe

Sesampainya. Aku langsung ke perpustakaan. Ealaah, masih tutup. Padahal sudah jam 8 loh! Ini petugasnya gimana si? Katanya IAIN Jaya? Haahh.. ku menunggumu di teras saja. Ya, menunggu perpustakaan buka dan aku bisa masuk ke dalamnya, untuk mendinginkan gerah yang teramat menyengat. Iyalah, ka nada AC di dalem. Lumayan kan, memanfaatkan fasilitas. Hehe

 ~

Minggu, 14 Februari 2016

Surat Yang Tak Pernah Sampai, Mama.


Purwokerto, 13 Februari 2016
Assalamu’alaikum mama yang jauh di kampung sana. Bagaimana kabarmu mah? Semoga engkau sehat. Anak gadismu kini dalam hati yang gundah mah. Entahlah. Hari ini aku belum makan siang,sore. Uangku tinggal sepuluh ribu saja mah. Ku kira, saldo tabunganku masih cukup. Tapi ternyata, aku sudah tidak bisa mengambil uang di tabunganku mah. Pupus sudah harapanku untuk bisa makan siang dan sore hari ini. Kau tau betapa aku harus tetap tegar dalam kondisi seperti ini mah? Aku harus yakin, entah nanti, esok. Atau lusa aku pasti bisa mendapatkan uang saku lagi darimu. Dan nyatanya mas Sukron pun mengirim sms padaku, bahwa sebenarnya engkau telah memberiku uang sejumlah 300ribu. Tapi karena bank sudah tutup, jadi dia tidak jadi mengirim uangnya padaku. Aku bingung. Harus bahagia atau bersedih. Aku bersyukur karena engkau sudah memberiku uang saku. Tapi aku juga sedih, karena sampai detik ini aku belum memegang uang sepeserpun. Andai engkau tau keadaan ku sekarang mah? Ah, semua ini terasa begitu entah. Aku pun begitu merindukanmu mah. Sudah setengah bulan aku di penjara suci ini. Aku bahkan tak pernah mendengar suaramu walau hanya dalam telepon. Kita tak pernah komunikasi lewat handphone mah. Tapi walaupun begitu, anak gadismu ini tak pernah lupa untuk mendoakanmu mah. Untuk bapak dan mama tercinta. Mah, aku sering menepis rindu yang begitu dalam ini dengan melihat fotomu atau dengan menonton videomu. Video yang sudah entah berapa tahun lamanya. Yang aku ingat itu adalah video saat aku masih kelas 2 smp mah. Dan kau terlihat sama. Hanya saja kau tak berjilbab kala itu. dan ada satu hal yang membuatku teriris rasanya. Berhenti berdetak jantungku rasanya mah. Ketika ku melihat peralatan kerjamu di video itu. kertas putih, gunting, dan bulu mata palsu. Ya, aku ingat. Sejak dulu engkau memang bekerja sebagai karyawan PT bulu mata palsu. Bahkan saat itu aku masih kelas 1 SMP. Aku ingat betul mah, ketika pertama kali aku belajar memotong bulu mata paslu itu. seharian penuh aku hanya bisa memotong satu pasang bulu mata mah. Aku ingat betul betapa sabarnya engkau mengajariku. Walau saat itu engkau sempat tak mengizinkanku. Setelah itu aku semakin semangat belajar dan akhirnya aku bisa lebih cepat. Dan ketika liburan tiba, aku turut berangkat ke PT membantumu bekerja mah. Aku benar benar mengingat itu semua mah. Dan baru kali ini aku menyadari. Bahwa pekerjaan itulah yang selama ini menghidupiku, membiayaiku, memenuhi kebutuhanku, dan semuanya untukku. Engkau mati matian bekerja seperti itu hanya untuk anak gadismu yang belum bisa membahagiakanmu ini mah? Sungguh sangat mulia. Engkau begitu ku kagumi mah. Sekarang aku sudah duduk di bangku kuliah. Itu berarti sudah berapa tahun lamanya engkau masih menekuni pekerjaan itu. pekerjaan yang memaksa matamu untuk terus berkutat dengan bulu mata palsu. Hingga kini mata indahmu sudah tak sehat lagi mah. Sungguh sedih hati ini mengerti kondisimu yang kian memburuk mah. Sejak aku SMP, sampai aku kuliah engkau masih setia dengan pekerjaan yang gajinya tak seberapa itu. ya, engkau lakukan itu semua demi anakmu ini. Terimakasih mama. Aku berjanji, aku akan menjadi anak yang sholehah untukmu. Aku ingin menjadi alasan engkau masuk surgaNYA mah. Aku sayang padamu mama. Salam rindu dari anak gadismu.


Rahma Setiyaningsih