Sabtu, 11 April 2015

Andai Aku Seperti Mereka



Oleh Rahma Setiyaningsih

Di sebuah kamar, terdapat kotak berwarna hijau yang berisi seekor katak. Seorang gadis bernama Tia baru saja memberi makan peliharaannya itu. Aneh memang! Seorang gadis menyukai katak, yang umumnya bagi gadis lain itu menjijikan. Menurut Tia, katak itu sangat menyenangkan dan lucu.
Malam itu hujan turun begitu derasnya, mengguyur bumi dan seisinya. Sambaran petir pun terdengar dimana-mana. Udara dingin menyelimuti kalbu. Tia sudah terlelap indah dalam mimpinya.
“ Wuebek..wuebek…wuebek…” terdengar nyanyian katak begitu kerasnya.
“ Andai aku seperti mereka… pasti aku akan bahagia…” begitulah kata hati si katak.
Sinar matahari mulai terang dan masuk ke celah-celah jendela kamar Tia. Betapa terkejutnya dia, ketika mendapati seorang gadis seumurannya yang tidur di sebelahnya. Perlahan gadis itu membuka matanya, melihat tangan, kaki, wajah, rambut dan seluruh wajahnya. Dia bangkit dan beranjak pergi menuju cermin besar di depannya. Dipandangilah dirinya yang kini telah menjadi manusia. Rupanya hujan dan petir semalam seolah meng-iya-kan doanya.
Tia dan peliharaannya itu menjadi sangat akrab. Peliharaannya ia beri nama Nina, Nina si manusia katak. Mereka selalu menhabiskan hari-harinya di taman belakang rumah. Terdapat sebuah kolam ikan yang indah dan sejuk dipandang, dengan beberapa bunga teratai yang bermekaran. Kemudian Tia dan Nina tumbuh menjadi remaja. Mereka bersekolah di sebuah SMA. Di sekolah, Nina merasa jatuh cinta untuk pertama kalinya kepada seorang cowok yang tampan dan pintar bernama Fano. Keinginan untuk memiliki hatinya sangat besar. Hingga pada suatu saat sepulang sekolah dia memberanikan diri menemui Fano.


“ Fano..”
“ Eh, Nina, adapa Na? ”
“ Aku mau ngomong sesuatu ke kamu Fan..”
“ Ngomong apa  Na? ”
“ Aku cinta kamu Fan, kamu mau nggak jadi pacar aku? ” ungkap Nina.
Hening…
“ Say, aku cariin kemana-mana ternyata kamu di sini, Pulang yuk? ” tiba-tiba suara gadis cantik menghampiri, Nina dan Fano.
Dia Vania, gadis tercantik di sekolahnya. Hampir semua cowok mengidolakan sosok Vania, gadis berkulit putih dengan rambut panjang yang terurai indah.
  Iya sayang, tunggu sebentar ya..” ucap manis Fano sambil mencubit pipi Vania,
Vania hanya tersenyum.
“ Maafin aku ya Na, aku nggak bisa, aku udah terlanjur cinta sama seseorang..”
“ Siapa? ”
“ Vania..” jawab Fano tersenyum kepada Vania,
Kemudian Nina berlari menjauh dari mereka, Fano dan Vania sepasang kekasih yang telah membuat sakit hatinya. Dia menangis, ditengah hujan malam itu. Petir pun kembali datang dan menyambar. Seolah sedang menyambar hati Nina.
“ Andai aku memiliki wajah yang cantik, pasti aku akan bahagia…” kata hati Nina.
Kemudian dia terlelap dalam tidurnya, dengan harapan besar dirinya akan berubah menjadi cantik. Hujan masih setia membasahi bumi.
Matahari kini mulai menampakkan sinarnya, menyambut bahagia hati Nina. Tak disangka, wajahnya menjadi sangat cantik, bahkan melebihi cantiknya Vania. Kemudian Nina dan Tia berangkat sekolah seperti biasa. Mereka berjalan melewati kerumunan siswa. Anehnya, hari ini para kaum cowok begitu terpesona melihat kecantikan Nina. Dari jauh, berjalan pelan seorang diri, Andi sang kapten basket terpopuler di sekolahnya. Dia berhenti tepat di depan Nina, sedikit membungkuk dan berjongkok sambil meraih tangan Nina.
“ Nina kamu cantik banget ”
Nina hanya tersenyum tersipu malu.
“ Kamu mau nggak jadi pacar aku? ”
DEG! Hatinya berdebar tak menentu, seakan tak percaya dengan ucapan Andi. Namun dia sadar, bahwa sekarang dia sudah menjadi gadis tercantik di sekolahnya, jadi seorang Andi pun terpesona dan mengatakan cinta kepadanya. Lalu dengan cepat dia menganggukan kepalanya. Tanda bahwa dia menerima cinta Andi dan mau menjadi kekasihnya.
Setelah beberapa bulan mereka menjadi sejoli yang selalu dilanda asmara, hari ini adalah pertama kalinya mereka berkencan. Di sebuah rumah makan terletak di pinggir jalan yang lumayan kumuh, sudah pasti banyak lalat dan sejenisnya di tempat itu. Andi memesan makanan untuk mereka berdua. Tiba-tiba dia ingin pergi sebentar ke wc.
“ Say, aku ke wc dulu ya, Cuma bentar kok! Kamu jangan pergi kemana-mana ya! ” kata Andi sambil mencubit hidungnya.
Nina pun hanya tersenyum. Bahagia sekali dirinya, menjadi satu-satunya gadis yang berhasil mendapatkan hati seorang kapten basket terpopuler itu. Tak lama kemudian, makanan pun datang, sementara Andi belum juga kembali. Perlahan lalat mulai menghinggapi makanannya. Insting sebagai seekor katak tiba-tiba muncul di pikiran Nina. Dia melahap habis lalat lalat itu tanpa ragu. Andi yang mendapati kejadian tersebut langsung kaget.
“ Sayang, kamu lagi ngapain! ” bentak Andi,
Nina terkejut mendengar ucapan kekasih hatinya itu, kemudian dia mengelap bibirnya dengan cepat.
“ Aku nggak ngapa-ngapain kok say!” katanya gugup,
“ Tadi aku lihat Nina makan lalat itu, apa aku salah lihat ya? aneh………”  gumam Andi,
Andi menatap Nina penuh tanya. Hingga akhirnya Andi merasa alerginya kumat. Dia merasakan gatal di seluruh tubuhnya.
“ Kamu kenapa say? ”
“ Nggak tau nih, tiba-tiba gatal, kayaknya alergiku kumat say..”
“ Hah, alergi? Alergi sama apa si say? ” Tanya Nina sambil memegang tangan Andi,
“ Aku alergi sama katak! ” jelas Andi menjauh dari Nina,
“ Kenapa kamu menjauh dari aku say? ”
“ Maaf sayang, tapi aku ngerasa makin gatal kalo deketan sama kamu! ”
“ Maksud kamu apa!!! Jadi kamu pikir aku penyebab kamu gatal-gatal, iya, hahh!!!? Suara Nina keras, emosinya sangat tinggi.
“ Kok kamu jadi marah-marah sama aku say? Aku nggak bermaksud kaya gitu,”
“ Terus, kenapa kamu menjauh dari aku? Kamu aneh say! ”
“ Seharusnya aku yang nanya ke kamu, kenapa kamu makan lalat yang menjijikan itu? Kamu yang aneh! Bukan aku..”
“ Terserah aku dong, aku mau makan apa, lalat itu kesukaan aku, kenapa kamu yang sewot gini!!” emosinya semakin memuncak,
“ Kamu aneh! Kamu nggak seperti yang aku fikir, aku kira kamu orang yang lemah lembut, tapi ternyata kamu ini orangnya keras, pemarah! Aku nggak suka sama gadis yang kaya gitu! Lebih baik kita PUTUS..”
“ Apa? Putus? Kamu udah nggak sayang lagi sama aku? ” kata Nina memelas,
Namun Andi tak menjawab sepatah katapun. Dia berlalu pergi karena kecewa dan rasa gatalnya semakin memuncak. Sedang Nina kembali menangis bersama derasnya hujan.
Malam itu Hujan masih membasahi bumi dengan petir yang menyambar keras. Udara sangat dingin, sedingin hati Nina yang telah patah hati ditinggal kekasih hatinya.
“ Andai aku seperti mereka, menjadi manusia seutuhnya, pasti aku akan bahagia…” kata hati Nina. Terlelaplah dia dengan harapan besar ingin menjadi manusia seutuhnya.
Ketika mentari bersinar perlahan cahayanya masuk ke dalam celah jendela kamar Tia dan Nina. Matanya erbuka perlahan dan merasakan sesuatu yang sangat berbeda. Nina merasa insting sebagai seekor kataknya sudah tidak ada. Walau pada saat itu ada lalat yang hinggap di jendela, namun dia tidak mau melahapnya. Memang benar! Instingnya sudah hilang. Nina bahagia sekali, karena menjadi manusia seutuhnya.
Pada suatu hari, Tia dan Nina pergi bermain bersama teman cowoknya yang bernama Leo dan genk-nya ke suatu tempat. Mereka tiba di café yang lumayan jauh dari rumah Tia. Mereka menghabiskan waktu dengan berfoya-foya, bersenang-senang tanpa memikirkan apapun. Nina yang sangat cantik parasnya, sudahlah pasti banyak cowok yang mendambakannnya. Karena terlalu bahagia, tidak sadar bahwa Leo memberi minuman beralkohol pada Nina. Nina hanya menurut, dia tenggelam dalam kebahagiaannya bersama Leo. Tak lama kemudian sekelompok polisi datang dengan pistol sebagai senjatanya. Menyergap semua orang yang berada di tempat itu, termasuk Nina. Ternyata terjadi sebuah razia. Nina kebingungan dengan hal seperti itu. Sebelumnya dia tidak pernah merasakan hal seperti itu. Hiruk pikuk suara orang berlarian. Sedang polisi dengan tangkasnya menembakkan pistol. Mereka mencegah orang-orang untuk melarikan diri. Sudah lama tempat itu diselidiki oleh polisi sebagai tempat pengedaran Narkoba dan minuman keras. Nina hanya bisa menangis, dia menjerit ketakutan. Di sisi lain Tia, Leo, dan semua temannya entah pergi kemana. Mereka sibuk mnyelamatkan dirinya masing-masing. Nina sangat ketakutan, dia berusaha melarikan diri.
“ Ya Tuhan tolong kembalikan aku seperti semula, ternyata manusia itu kejam, nggak seindah yang aku bayangkan. Tuhan tolong kembalikan aku menjadi seekor katak lagi..” kata hati Nina.
Hujan pun turun dengan derasnya belum lagi petir pun ikut menyambar. Namun sayangnya, Nina tetap saja manusia. Dia tidak berubah lagi menjadi seekor katak. Tuhan tidak memenuhi keinginannya karena kesalahan Nina sendiri. Nina menangisi keadaannya, dia sangat menyesal. Lalu tak sengaja dia tertembak oleh polisi saat dia mencoba melarikan diri. Dan akhirnya nyawa Nina melayang begitu saja. Bersama penyesalannya yang teramat dalam.
Tamat

0 comments:

Posting Komentar